PELAJARAN BAIK DARI UPAYA MELESTARIKAN KAKATUA DI MASAKAMBING


Kakatua anak jenis Masakambing Cacatua sulphurea abbotti merupakan salah satu anak jenis kakatua-kecil jambul-kuning yang persebarannya terbatas hanya ada di pulau Masakambing. Anak jenis paling langka ini diambang kepunahan dengan populasinya hanya tersisa 5 ekor di alam pada tahun 1999. Alihfungsi habitat akibat datangnya masyarakat dari Sulawesi Selatan dan Madura untuk tinggal dan menetap di kepulauan Masalembu. Kakatua juga menjadi objek perburuan, objek latihan tembak tentara dan menjadi buah tangan karyawan kilang minyak Elnusa dan para pejabat pemerintahan yang berkunjung dari Pulau Masalembu. Hal tersebut yang menjadi penyebab punahnya kakatua di Pulau Masalembu di awal tahun 90an dan menyisakan populasi terakhirnya di Pulau Masakambing. Sejak terakhir dilaporkan populasinya menurun hingga hanya 5 ekor tahun 1999 seakan keberadaan kakatua ini terlupakan tidak pernah lagi ada upaya penelitian dan konservasi untuk menjaga kelestarian burung ini  hingga akhirnya pada tahun 2008 Konservasi Kakatua Indonesia (KKI) datang untuk melakukan upaya peningkatan populasi dan konservasi terhadap kakatua di Masakambing.


Program peningkatan populasi dan konservasi secara berkelanjutan dimulai melalui berbagai langkah yang dilakukan secara simultan dan berkelanjutan di Pulau Masakambing dan stakeholder pendukungnya baik di tingkat kecamatan dan Kabupaten. Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan studi populasi, identifikasi ancaman dan meningkatkan kesadaran dan kebanggaan masyarakat terhadap keberadaan kakatua di desa mereka.  


A. Peningakatan Populasi 


Hasil survei awal tahun 2008 cukup menggembirakan karena populasinya masih bertahan 10 individu dibandingkan satu dekade sebelumnya yaitu tahun 1999 yang hanya tersisa lima individu. program berkelanjutan selama 10 tahun menunjukan adanya peningkatan populasi walaupun dalam jumlah yang kecil yaitu rata-rata hanya 1,2 individu/tahun dan angka kematiannya 0,6 individu/ tahun (Nandika, 2020). Hasil monitoring peningkatan populasi kakatua di Masakambing sejak 2008-2018 yaitu sebagai berikut         


Grafik Peningkatan Populasi sejak 2008-2018 (Nandika, et al. 2021)

View of MONITORING of Cacatua sulphurea abbotti POPULATION IN MASAKAMBING ISLAND, INDONESIA


Populasinya terus meningkat dan saat ini tim BBKSDA Jawa Timur melakukan monitoring secara berkala untuk memastikan peningkatan populasi dan tidak adanya ancaman terhadap populasi kakatua tersebut. Jumlah populasi ini masih sangat rentan terhadap berbagai ancaman lingkungan seperti suhu ekstrim, angin dan badai. Hal tersebut dapat mengancam terhadap aktivitas bersarang yaitu sarang patah atau terendam air karena secara umum kakatua di Masakambing bersarang pada ujung-ujung pohon kering dan rentan patah.  Kemudian keberadaan Pulau Masakambing yang berada di tengah Laut Jawa, berada di tengah pemukiman maka populasi kakatua sangat rentan terhadap infeksi penyakit baik yang datang dari lingkunga, burung-burung migran yang terinfeksi penyakit atau bahkan dari ternak masyarakat. Selain itu indukan kakatua Masakambing yang hanya berasal dari dua pasang indukan sangat rentan terjadinya inbreeding, penurunan kualitas genetik yang mengakibatkan daya tahan tubuh yang menurun dan lebih lemah dari induknya bahkan dapat terjadinya kecacatan.   


Sarang kakatua di Masakambing pada ujung batang pohon kapuk kering (rentan patah dan posisi sarang yang menghadap atas rentan terendam air)


Program Konservasi

Program konservasi burung kakatua atau masyarakat Masakambing memanggilnya "Beka" merupakan beberapa rogram yang dilakukan simultan dan paralel dengan program penelitian dan monitoring. Program konservasi ini merupakan upaya untuk mereduksi ancaman terhadap populasi kakatua baik ancaman akibat lingkungan, habitat maupun ancaman yang berasal dari manusia. Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya konservasi ini didasarkan oleh hasil penelitian dan monitoring tahunan dan informasi dari masyarakat. Oleh karena itu hal yang mendasar dilakukan adalah membangu pemahaman, kebanggaan dan peran aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian beka.


a.  Menyebarkan informasi secara masif dan berkelanjutan

     Setelah mengetahui populasi awal dan berbagai ancaman yang dihadapi Beka Masakambing maka inilah yang menjadi amunisi awal dalam program penyadar tahuan masyarakat Masakambing secara khusus dan stakeholder yang berada di tingkat lebih tinggi seperti Kecamatan dan Kabupaten sebagai hirarki sistem pemerintahan dari level terendah sampai tingkat kota kabupaten. Informasi pertama yang disampaikan kepada masyarakat adalah mengapa beka di Masakambing penting untuk dilestarikan?. Populasi beka masakambing yang jumlahnya pada survei awal hanya 10 ekor adalah populasi terakhir dari anak jenis abbotti. Beka masakambing adalah salah satu anak jenis dari kakatua-kecil jambul-kuning Cacatua sulphurea yang hidup tersebar dari kepulauan Masalembu di bagian paling bararat kemudian ke wilayah tengah Indonesia dan salah satu anak jenisnya ada yang tersebar sampai memasuki negera Timor Leste. Beka Masakambing merupakan satu-satunya kakatua yang berada di wilayah barat Indonesia dengan wilayah sebaran yang sangat terbatas yaitu saat ini hanya terdapat di Pulau Masakambing dengan luas (7,79 km2). Beka masakambing merupakan burung endemik yang hanya dapat di temukan di Masakambing dan diambang kepunahan. Hal itulah yang di kampanyekan baik itu melalui penyuluhan verbal, maupun mengunakan media-media yang mampu mengugah kebanggaan masyarakat yaitu melalui pemasangan billboard di beberpa tempat starategi seperti pelabuhan Masalembu (ibukota kecamatan dari Masakambing) dan di masakambing sendiri di dusun ketapang dan dusun tanjung di mana dua duanya di tempatkan di jalur menuju pelabuhan serta satu papan lagi yang ditempatkan di kantor desa Masakambing. 


Billboard informasi tentang beka masakambing di pelabuhan di Masalembu dan di Pertigaan dusun Ketapang


Kemudian informasi juga di sampaikan melaui berbagai media kampanye seperti poster, stiker, leaflet gantungan kunci, kaos, buku mewarnai dan KKI berinovasi setiap tahun memperbaharui berbagai media tersebut dan di sebarkan kepada seluruh masyarakat, sehingga informasi dan visualisasi berupa foto kakatua di desa mereka selalu terupdate. penyebaran media kampanye juga di ikuti dengan penyampaian informasi secara verbal dan untuk membuat masyarakat khususnya anak-anak pelajar mengingat dipadukan juga dengan beberapa game konservasi.  

Belajar mangenal kakatua melalui media buku mewarnai di Madrasah Ibtidaiah DDI Masakambing

Belajar Menghargai Burung dan habitatnya Melalui Game Konservasi di SDN Masakambing

Pesan Konservasi Melaui T-Shirt Kakatua Mambangun Kebanggaan dan Kepercayaan anak dan Orang tua Wali Murid MI DDI Masakambing

Sosialisasi dan Membangun Kebanggaan Terhadap Kakatua Bersama Masyarakat Desa Masakambing

Sosialisasi Pelestarian Kakatua Terhadap Muspika Kecamatan Masalembu (Camat, Polsek, dan Koramil)

Mengamati Kakatua di Halaman Rumah Bersama Masyarakat di Desa Masakambing


Dalam kurun waktu satu dekade informasi dan pendekatan terhadap masyarakat dan stake holder terus di lakukan secara intensif dan tidak terputus sehingga informasi secara estafet dapat di sampaikan secara berkelanjutan. hal ini sangat penting dilakukan karan pemerintahan di Kepulauan khususnya pimpinan Muspika sering kali berganti dan hal tersebut yang kadang menjadi kendala karena penyampaian informasi dan pendekatan harus dimulai dari nol kembali. 


Selain pendekatan-pendekatan terhadap pelajar, masyarakat dan stake holder terkait untuk memperkuat  kebanggaan dan perlindungan masyarakat Masakambing maka masyarakat tidak hanya dikenalkan terhadap UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang saat ini telah dirubah menjadi UU No. 32 Tahun 2024. Kemudian Peraturan pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar dimana salah-satu jenis burung yang telah masuk dalam PP ini adalah Kakatua-kecil jambul-kuning termasuk anak jenis yang berada di Masakambing. Selain itu Bupati perna mengeluarkan Surat Keputusan pelestarian kakatua di Masakambing yaitu Instruksi Bupati No. 5 tahun 1995, walaupun dalam realita dilapangan peraturan ini tidak banyak orang yang tahu dan tidak populer. Hal ini juga yang mendorong KKI untuk memfasilitasi masyarakat Masakambing untuk membuat Peraturan Desa tentang Perlindungan dan pelestarian kakatua yaitu Perdes No. 1 tahun 2009. Camat Masalembu dan Kepala desa Masakambing mendukung penuh terhadap pelestarian kakatua ini hal tersebut dibuktikan dengan pemberian hadiah yang dilakukan oleh camat masalembu terhadap masyarakat yang menjaga dan merawat anakan kakatua yang jatuh dan dikembalikan kembali kesarangnya dan mampu membuktikannya dengan foto.


Merubah Pemahaman, Membangun Kebanggaan Untuk Merubah Etitud 

Hasil Kusioner yang dilakukan setiap kunjungan sekolah khususnya di tingkat SMA dan sederajat di Maslaembu rata-rata telah meningkatkan pengetahuan tentang burung paruh bengkok baik itu jenis statusnya di alam dan ancaman yang dihadapinya di Indonesia secara umum khususnya di Masalembu dimana pelajar perempuan dari 145 siswi hasil penilaian pemahaman sebelum dan sesudah sosialisasi rata-rata meningkat   72,8% dan siswa laki-laki yang berjumlah 80 siswa rata rata nilai kuisioner pasca sosialisasi meningkat 56,55%. 

Perubahan perilaku dan sikap masyarakat masakambing dan stake holder di Masalembu dan Sumenep bukan merupakan proses yang sebentar dan tanpa tantangan namun sebuah proses yang membutuhkan konsistensi dan pembuktian. Jika pada awal kedatangan masyarakat, dan stake holder setempat tidak terlalu peduli dan bahkan masyarakat menganggap keberadaan kakatua di Masakambing merupakan hama pertanian. Kakatua masakambing yang suka memakan berbagai buah dan biji biasanya memakan kelapa, jagung, kacang panjang, kedondong, mangga dan berbagai jenis buah-buahan yang berada di Masakambing. Hal tersebut yang menjadikan alasan masyarakat bahwa kakatua adalah hama.   

Kakatua memakan kelapa

Kakatua makan kedingdong

Kepercayaan masyarakat Masakambing mulai meningkat sejak KKI dapat mengetahui ada dua ekor kakatua yang hilang jika dibandingkan dengan perhitungan pada tahun 2008. Pada tahun 2009 semua orang bungkam tidak satu orang pun berani berbicara bahwa ada masyarakat yang menjual kakatua ke Masalembu. Namu perhitungan jumlah kakatua yang kami lakukan tersebut membuat beberpa orang Masakambing akhirnya di tahun selanjutnya mengaku ada yang telah menjual kakatua. Kepala desa saat itu (Bapak Ahmad Abas) dan Camat Masalembu (Bapak Mansur) merupakan tokoh kunci yang membantu lancarnya program konservasi di Masakambing, begutu pula dukungan beberapa tokoh di Masakambing seperti Pak Puraden masyarakat biasa asal Madura namun memiliki banyak keluarga di Masakambing, Mantan kepala desa Bapak Abd Rahim juga cukup banyak memberikan pengaruh untuk menjaga kakatua terhadap masyarakat. 


Pada Tahun 2011 KKI mencoba mendorong peran aktif pemerintah desa untuk menjaga kelestarian kakatua yang populasinya semakin meningkat dengan memberikan bantuan satu unit Laptop dan Printer untuk membantu proses administrasi di kantor desa yang pada saat itu masih mengunakan mesin ketik. Listrik dan internet masih belum masuk penerangan umumnya menggunakan disel dan hanya menyala 5-6 jam saja sehari. telekomunikasi pada saat itu mengandalkan signal yang berasal dari Masalembu dan hanya dapat di beberapa tempat saja. Kemudian pada tahun 2012 perhatian BBKSDA JawaTimur mulai mengalir untuk populasi kakatua Masakambing yang mulai meningkat. BBKSDA Jawa Timur sejak saat itu secara rutin melakukan monitoring dan mengangkat Masyarakat Mitra Polhut (MMP) di Masakambing.


Sejalan dengan peningkatan populasi kakatua di Masakambing KKI memandang perlu untuk melakukan program pemberdayaan masyarakat yang dapat memberikan pendapatan alternatif sehingga masyarakat merasakan manfaat program peningkatan populasi kakatua tersebut. KKI mencoba mendorong dan memfasilitatori masyarakat khususnya ibu-ibu PKK membuat produk lokal yaitu produk yang berasal dari mangrove seperti sirup pidada, permen dan kerupuk. Kemudian yang selanjutnya adalah ekowisata, namun yang menjadi kendala utaman adalah transportasi ke Pulau Masalembu yang tidak terjadwal sehingga sulit dalam pengaturan waktu perjalanan. KKI sempat melakukan open trip untuk turis pehobi burung paruh bengkok dan dalam jumlah yang terbatas berhasil mendatangkan beberapa orang turis sejak 2015- 2017 sebanyak tiga kali kedatangan.       

   Kelompok PKK Desa Masakambing danTim Konservasi Kakatua Indonesia

Produk mangrov dari Masakambing dan Produk-produk dari desa-desa di Masalembu yang di pamerkan dalam pameran pembangunan Kab. Sumenep

Tarian penyambutan wisatawan ekowisata burung kakatua di Masakambing

Tamu Ekowisata kakatua di Masakambing mengunjugi stand pameran dari Kec. Masalembu 

Kehadiran Wisatawan asing juga menjadi salah satu alasan pemerintah desa dan masyarakat mengajukan permohonan adanya tower BTS Telkomsel Bakti, agar masyarakat tidak terisolir dan dapat berkomunikasi dengan dunia luar secara lebih leluasa. Masakambing juga menjadi pusat perhatian dinas-dinas di Kabupaten akibat statusnya menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) pada tahun 2020 berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur (SK Gubernur) Nomor 188/166/KPTS/013/2020 untuk melindungi habitat Kakatua Kecil Jambul Kuning yang terancam punah. KEE adalah kawasan di luar kawasan konservasi yang memiliki nilai keanekaragaman hayati tinggi, dengan tujuan melestarikan habitat dan ekosistem yang mendukung kehidupan satwa langka serta kesejahteraan masyarakat lokal. Walaupun keberhasilan KEE belum maksimal namun status ini telah membuka mata bayak pihak terhadap burung kakatua langka yang ada di Masakambing.   

Dari kiri ke kanan menunjukan foto tim KPU Kabupaten sumenep yang mengunakan maskot kakatua, patung kakatua di Masakambing dan penghargaan wanalestari dari gubernur Jawa Timur untuk KTH Desa Masakambing.

Beberapa momentum yang di tampilkan dalam foto kemudian masih banyak lagi yang menunjukan bahwa banyak masyarakat menyadari akan keberadaan kakatua di Masakambing dan menunjukan telah terbangunnya kebanggaan terhadap keberadaan kakatua. Kebanggaan ini perlu terus di pupuk dan dan diarahkan agar tujuan utama pelestarian kakatua tercapai dan disamping itu mampu memberikan manfaat kepada masyarakat. 


Menjaga Habitat dan Pohon Penting Kakatua Tetap Tersedia


Setelah melakukan monitoring dan penyebaran informasi dan membangun kebanggaan masyarakat maka program yang secara paralel dilakukan adalah menjaga dan meningkatkan daya dukung habitat kakatua. Tiga hal tersebut merupakan faktor penting dan tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan populasi dan konservasi. Habitat kakatua di Masakambing merupakan salah satu permasalahan yang rumit karena seluruh wilayah daratan di Masakambing merupakan milik masyarakat dan tidak mungkin untuk dilakukan upaya reboisasi secara mutlak. 

Zonasi Pulau Masakambing Berdasarkan Habitatnya

Pulau Masakambing berdasarkan zonasi keadaan habitatnya hampir semua wilayah di Pulau Masakambing terbagi atas (1) area tambak ikan dengan luas area sekitar 1.25 km2 atau 16.4% dari luas pulau (putih); (2) area pemukiman dan perkebunan sekitar 3.40 km2 atau 44.5% (garis putih); dan (3) luasan area mangrove sekitar 2.99 km2 atau 39.1% (garis merah). oleh karena itu dari tiga zonasi tersebut maka zonasi di wilayah pasang surut yaitu hutan mangrove dan tambak merupakan area yang cukup fleksibel untuk dilakukan perlakuan dalam hal ini reboisasi. Hal tersebut yang mendorong KKI membangun kesadaran bersama siswa-siswi Madrasah baik Ibtidaiah maupun sanawiah untuk membuat pembibitan dan penanaman mangrove.

Proses Pembibitan dan Penanaman Mangrove di Masakambing Bersama SMA 1 Masalembu dan MI DDI Masakambing  

Harmoni manusia untuk merawat dan memanfaatkan alam secara berkelanjutan merupakan tugas manusia langsung dari Tuhan sang maha pecipta yaitu menjadi pemimpin di muka bumi (Kholifah fil ardhi). Khalifah fil ardhi adalah konsep dalam ajaran Islam yang berarti manusia sebagai wakil atau pemimpin yang ditugaskan Allah untuk mengelola dan memakmurkan bumi sesuai dengan perintah-Nya, bukan atas dasar hawa nafsu pribadi. Jadi Sesunguhnya jika ajaran agama dijalankan dengan benar oleh setiap pemeluknya maka kerusakan dan kehancuran ekosistem akan terhindari dan semua elemen akan saling melengkapi dan memberikan manfaat satu samalainnya. Peningkatan populasi kakatua dan sejalan kebanggaan dan kepedulian masyarakat akan membawa berkah dan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat.